Produktivitas lahan
dan total produksi gula nasional, industri gula indonesia pernah mencapai masa
kejayaan pada pertengahan tahun 30-an. Ketika itu hanya dengan luas lahan
(sawah) sekitar 200.000 Ha mampu menghasilkan gula 3 Juta Ton, sehingga
rata-rata produksinya mencapai 15 ton gula/ha. Tingkat produktivitas yang
tinggi tersebut tidak dapat terus dipertahankan, bahkan dari tahun ke tahun bahkan
produktivitas lahan tebu semakin menurun hingga sekarang.
Rendahnya
produktivitas tersebut selain dikarenakan tidak dapat diterapkan baku teknis
budidaya tebu, juga disebabkan oleh terjadinya pergeseran areal pertanaman tebu
dari lahan sawah beririgasi teknis ke lahan tegalan, lahan kritis ataupun lahan
marginal. Hal tersebut sebagai dampak
menyempitnya lahan sawah potensial akibat adanya perubahan peruntukan lahan
pertanian menjadi areal pemukiman, pembuatan sarana jalan dan bangunan serta
infrastruktur lainnya. Dilain pihak, biaya produksi dan biaya pengelolaan lahan
tebu sejalan dengan semakin mahalnya upah tenaga kerja, semakin mahalnya sewa dan sebagainya. Apabila masalah tersebut tidak
segera diatasi maka dalam waktu yang tidak terlalu lama industri gula nasional,
terutama dijawa, akan gulung tikar.
Persoalan klasik
lainnya bertumpu pada tidak diterapkannya standar teknis budidaya tebu. Banyak
persoalan mendasar dalam budidaya terlupakan begitu saja. Disadari ataupun
tidak disadari, apabila diantara kita sebagai pelaku industri gula ditanya “Apa
yang dimaksud dengan teknik budidaya tebu???” Maka jawabannya Reynoso, Apa
pengertian teknik budidaya back to basic???”
maka jawabannya kembali ke sistem Reynoso. Sejarah telah mencatat prestasi
sistem Reynoso sebagai satu-satunya sistem budidaya tebu yang mampu
meningkatkan produktivitas tebu secara Nasional. Tapi saat ini sistem Reynoso
seperti kehilangan rohnya.
Sebagai langkah
strategis untuk menyelamatkan industri gula Indonesia dengan sasaran swasembada
gula adalah melalui program Revitalisasi Industri Gula. Salah satu faktor yang
sangat menentukan produktivitas yakni dengan cara pendekatan kultur teknis yang
tepat. Pada era saat ini kaidah teknik budidaya tebu dianggap masih kurang
“pas” atau cenderung “asal-asalan”, kondisi demikian berdampak pada
produktivitas tebu. Secara urutan pekerjaan budidaya tebu dari dulu hingga
sekarang memang tidak ada perubahan berarti, namun pelaku industri gula tidak
banyak yang tahu. Dan apabila urutan pekerjaan tersebut tidak dilaksanakan
secara disiplin maka resiko harus siap dihadapi oleh industri gula itu sendiri.
Sifat tanaman bisa di ibaratkan manusia apabila kita tidak dapat memenuhi kebutuhannya/hak-haknya
maka akan “protes” sama halnya dengan tanaman, tanaman tersebut juga akan
“protes”. Adapun wujud protes tanaman tersebut antara lain berupa pertumbuhan
tidak optimal dan produksi yang rendah.
Tebu memiliki
sifat bawaan “Suka air tetapi peka terhadap kondisi lingkungan tumbuh
berdrainase jelek. Maka untuk mendukung pertumbuhannya secara optimal tebu
memerlukan air dalam jumlah banyak, namun apabila kondisi lingkungannya
berdrainase jelek maka pertumbuhannya akan terhambat sehingga produktivitas
tidak maksimal. Beberapa kunci untuk pembudidayaan tebu berdasarkan urutan
prioritas penanganannya sebagai berikut :
Prioritas
(1)
1.
Air
dapat dikendalikan secara efektif
2. Lingkungan berdrainase baik
3.
Masa
tanam Optimal
Tanpa dipenuhinya
prasarana tersebut maka apapun input dan apapun yang diberikan kepada tebu berdampak
terhadap produktivitas.
Prioritas
(2) :
1.
Varietas
yang cocok dengan lingkungan sekitar
2. Hara Makanan yang cukup
3.
Organisme
pengganggu tanaman dapat dikendalikan secara efektif
Varietas tidak
hanya menyangkut masalah komposisi (masak awal, tengah, akhir) tetapi kemurnian
dalam suatu hamparan lahan. Agar tebu mendapatkan makanan dalam jumlah cukup
dan berimbang maka jenis dan dosis sesuai dengan hasil analisa tanah (sebelum
umur 3 bulan). Pengendalian Organisme pengganggu tanaman harus dapat ditekan
semaksimal mungkin.
Prioritas
(3) :
Manajemen
tebang dan angkut, prioritas ini merupakan faktor penting karena berdampak
ganda terhadap kualitas bahan baku dan kualitas tanaman pada tahun berikutnya. Lama
waktu tebangan dengan giling (Kurang dari 24 Jam).
Prioritas
(4)
Meskipun masalah
pabrik ini diluar kendali bagian tanaman, namun dalam kenyataannya kelancaran
pabrik yang baik, secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi produktivitas
dan kualitas bahan baku tebu. Apabila pabrik mempunyai performance baik, giling
lancar dan kehilangan gula dalam proses
dapat ditekan maka berdampak terhadap meningkatnya perolehan gula.
Apabila kelancaraan giling didalam pabrik tidak baik, maka lupakan
produktivitas...
Seperti halnya
dengan komoditas agribisnis lain, budidaya tebu memerlukan jadwal tanam dan
pemeliharaan ketat didukung ketersediaan lahan dan modal kerja. Pelaku bisnis
pergulaan terutama petani harus diyakinkan bahwa melalui demonstrasi lapangan
dan proyek percontohan, produktivitas dan pendapatan yang lebih baik dapat
dicapai. Demikian juga dengan manajemen di pabrik gula, dari mulai manajemen tanam,
tebang sampai proses pengolahan tebu hingga
hasil akhir yakni produksi gula perlu dilakukan pengawasan guna mengantisipasi
dan mencegah terjadinya penyimpangan/deviasi dalam penerapan standar teknis
dilapangan.
Yakinlah bahwa
dengan mengerjalan sesuatu dengan sepenuh hati, maka persaingan hakikinya tidak
ada. Apalah arti produktivitas di Thailand, Australia dan yang lainnya
sepanjang kita mampu menggali mutiara di negeri sendiri (9).