Nurcahyo Bayu Aji
Open Ono Aku...Naliko Ora Biso Nyugihi Nanging Biso Nguripi itulah falsafah jawa yang mungkin tidak asing lagi di telinga industri pergulaan khususnya di pabrik gula yang bermakna Peliharalah aku..., jika aku tidak bisa memberikan kekayaan namun aku masih bisa menghidupi. Pada jaman penjajahan belanda banyak pabrik gula di dirikan dan pada era itu pula komoditas gula sangat berjaya. Petani berlomba-lomba menanam tebu, karena hasil dari tanaman tersebut sangat menjanjikan. Di tahun 1930-an, komoditas gula asal indonesia pun dapat menguasai pangsa pasar dunia. Bahkan Indonesia menjadi eksportir gula terbesar nomor 2 di dunia setelah Kuba.
Seiring berjalannya waktu, komoditas gula di Indonesia mengalami kemunduran. Hal tersebut terlihat pada rendahnya produktivitas tanaman tebu dan terus terkikisnya luas areal tanaman tebu. Jika melihat tetangga negara terdekat kita yakni Thailand, pabrik gula di Indonesia sudah cukup tua. Sekitar 64% pabrik gula di Indonesia umurnya sudah lebih dari 100 tahun, pabrik gula umur 100-184 tahun mencapai 40 unit. Sementara itu, pabrik gula yang berumur diatas 50 tahun – 99 tahun sebanyak 3 unit, yang berusia 25 – 49 tahun sebanyak 14 unit, dan dibawah 25 tahun sebanyak 5 unit. Dalam 1 tahun, hanya beroperasi rata-rata 150 hari sehingga dirasa kurang efisien dengan mutu gula yang rendah.
Penyertaan Modal Negara (PMN) yang di implementasikan oleh pemerintah di tahun 2016 menjadi angin segar bagi industri pergulaan Indonesia. Dengan dana 5,3 triliun yang dialokasikan dari APBN-P 2015 untuk PTPN III dapat dioptimal untuk memperbaiki (merevitalisasi) 50 PG BUMN. Revitalisasi yang dimaksud adalah untuk meningkatkan rendemen dan proses pengolahan sehingga menghasilkan gula yang lebih baik serta peningkatan bibit tebu agar produksi gula nasional meningkat.
Hulu ke hilir. Swasembada gula yang sudah direncanakan pemerintah di tahun 2010 dengan target produksi gula sebesar 5,7 juta ton bisa dicapai, jika dari sekarang terjadi sinergi antara masyarakat pergulaan Indonesia dan didukung oleh regulasi pemerintah. Melalui Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tangan panjang dari pemerintah maka perlu melakukan Revitalisasi Di Seluruh Sektor Industri Gula Baik Dari Aspek On Farm (Tanaman) Dan Off Farm (Pabrik).
Dari Aspek On Farm (Tanaman), Areal Yang Semakin Sempit Menjadi Salah Satu Tantangan Yang Dihadapi Industri Pergulaan Indonesia. Sistem Kerjasama Kemitraan Dengan Petani Merupakan Salah Satu Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Tersebut Diatas. Pabrik Gula Harus Bisa Memberi Kepercayaan Kepada Petani Agar Lahannya Mau Dikelola Oleh Pabrik Gula Dengan Perhitungan Bagi Hasil Yang Menguntungkan. Adapun Dengan Petani Yang Lahannya Masih Ditanami Tebu, Jaminan Rendemen Menjadi Salah Satu Faktor Untuk Memenuhi Kekurangan Supply Bahan Baku Tebu Di Pabrik Gula. Dari Sisi Pabrik Gula, Penggunaan Varietas Unggul, Penataan Varietas, Dan Manajemen Tebang Angkut Merupakan Hal Terpenting Untuk Meningkatkan Rendemen. Penggunaan Varietas Unggul Dengan Akselerasi Bongkar Ratoon Harus Disiplin Dilaksanakan Dan Terjadwal. Penataan Varietengan komposisi masak awal 25%, masak tengah 45%, masak akhir 30% harus menjadi acuan dalam mengelola On Farm. Manajemen tebang dan angkut dengan menyediakan tebu layak tebang mulai dari klethek (klaras max 5%), dan pasok tebu sesuai kapasitas giling serta sosialisasi Manis Bersih Segar (MBS) menjadi target di bagian ini. Berbicara mengenai produktivitas tebu per hektar 80 ton gula/hektar dengan rendemen 10 atau 100 ton gula/hektar dengan rendemen 8 bukan menjadi hal yang tidak mungkin tercapai jika pola back to basic ini bisa dilaksanakan. Pada prinsipnya “Pabrik gula sebenarnya itu berada pada On Farm (tanaman), bukan pada Off Farm (pabrik)”.
Dari aspek Off Farm (Pabrik), berbicara mengenai Off Farm (pabrik), berbicara mengenai bagaimana menyelamatkan potensi rendemen di dalam tanaman tebu saat proses produksi dilaksanakan. Peningkatan kapasitas terpasang dan penggantian mesin –mesin yang kuno diharapkan dapat meningkatkan hasil produksi gula. Dari 62 pabrik gula di Indonesia, kementrian BUMN perlu segera melakukan pemetaan dan pengkajian secara cermat terkait pabrik gula mana-mana saja yang potensial dengan mengacu pada performance giling tahun-tahun yang lalu. Sehingga program Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dicanangkan oleh pemerintah di tahun 2016 saat ini dapat tepat sasaran dalam pelaksanaan program revitalisasi. Pabrik gula yang mendapatkan alokasi dana PMN pun juga harus melaksanakan pendataan secara detail mesin-mesin mana yang dianggap kurang efisien. Penggantian mesin-mesin baru disini akan sangat membuat efisien suatu pabrik gula, rendemen akan meningkat karena gula yang hilang diakibatkan oleh proses di dalam pabrik dapat ditekan seminimal mungkin.Teknis sistem pengilingan tebu secara FIFO (First In First Out), serta pengawasan yang intensif dalam operasional giling bisa menjadi target di bagian Off Farm (pabrik).
Dari Aspek Regulasi Pemerintah, aspek terpenting selanjutnya untuk mensukseskan swasembada pangan dan energi. Kebijakan tata niaga gula, membanjirnya gula import rafinasi dengan harga murah dipasaran seolah-olah tidak adanya filter dari pemerintah yang berdampak pada harga jual GKP (Gula Kristal Putih) di pasaran. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pelaku bisnis pergulaan di Indonesia bisa memperoleh profit jika harga pokok produksi GKP > harga jual??? banyak petani tebu gulung tikar. Regulasi Pemerintah dalam komoditi gula sebenarnya sudah diatur dalam SK Mendagri No. 643/MPP/Kep/9/2002 (Tata Niaga Impor Gula), SK PresidenNo.57/2004 (Menetapkan Gula sebagai Barang yang Diawasi Pemerintah) maupun SK Menperindag No. 57/MPP/Kep/2004 (Ketentuan Import Gula, Pembatasan Import Gula dan Ketentuan Jenis Gula). Namun regulasi tersebut dirasa masih jauh dari harapan. Justru, “Hukum pasar yang cenderung neoliberal mengakibatkan semua regulasi tersebut tidak berdampak banyak secara positif terhadap kesejahteraaan petani tebu”.
Membenahi persoalan gula di Indonesia memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Namun jika revitalisasi dapat fokus pada semua aspek baik On Farm, Off Farm dan didukung oleh regulasi pemerintah benar-benar terwujud maka Indonesia diharapkan bukan swasembada lagi tetapi termasuk negara eksportir gula terbesar di dunia. Tidak ada kata yang sulit dan tidak mungkin jika kita semua bekerja dengan ikhlas, tulus dan jujur. Insya Allah.(9)
0 komentar:
Posting Komentar